Ujian identifikasi nyamuk |
Pembukaan Pelatihan |
Survei jentik 2 |
Survei jentik 1 |
Pembukaan |
Peserta pelatihan yang proaktif |
Indonesia merupakan negara tropis dan terletak di antara benua Asia dan Australia yang sangat kaya akan flora dan fauna, termasuk mempunyai keragaman dan jumlah spesies vektor yang besar. Di samping itu penyakit tular vektor masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum dapat dikendalikan dengan baik. Mengingat masalah tersebut, maka penanggulangan penyakit tular vektor di Indonesia harus direncanakan dan dilakukan secara baik dengan memperhatikan aspek spesifik daerah, berkesinambungan dengan memperhatikan keseimbangan alam dan melibatkan peran serta masyarakat setempat dan berdasarkan data atau informasi yang didapat dari penelitian dan atau pengamatan serta survei.
Pembangunan yang semakin pesat tanpa perencanaan
yang memadai akan menimbulkan masalah kesehatan yang kompleks. Berbagai
implikasi pembangunan terhadap lingkungan dapat dicontohkan dari mengubah hutan
bakau menjadi kolam-kolam untuk budidaya ikan, reklamasi pantai, pembukaan
hutan untuk pemukiman transmigrasi secara besar-besaran, pencetakan sawah
sejuta hektar, urbanisasi, dan lain-lain. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya
perubahan ekosistem. Era globalisasi akan meningkatkan peluang penularan
penyakit, termasuk penyakit menular vektor seperti malaria, filariasis, Demam
Berdarah Dengue (DBD), Japanese
Encephalitis (JE), Chikungunya, dan lain-lain.
Malaria masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada
kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria
secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktifitas kerja.
Letupan atau wabah malaria sering terjadi di beberapa daerah tertentu. Wabah
malaria akhir-akhir ini sempat menjadi pembicaraan tingkat nasional.
Di Jawa Bali, masih terjadi fluktuasi
dari angka kesakitan malaria yang diukur dengan Annual Parasite Incidence (API)
yaitu 0,09% pada tahun 2005, meningkat menjadi 0,19% pada tahun 2006 dan
menurun lagi menjadi 0,16% pada tahun 2007. Namun angka ini didapat dari
laporan rutin, masih banyak kasus malaria yang belum terdiagnosa. Hal ini
tampak dari sering terjadinya kejadian luar biasa (KLB) malaria.
Penanggulangan wabah tersebut oleh
program pemberantasan malaria yang dibantu oleh tim kesehatan dan pihak
institusi telah dilakukan penemuan dan pengobatan penderita serta penyemprotan
rumah dengan insektisida, tetapi karena upaya tersebut belum didasari data
entomologi yang benar, maka upaya yang dilakukan belum menyelesaikan masalah.
Penyemprotan insektisida tidak dapat menghentikan penularan, sedang pengobatan
tidak dapat mengejar penularan.
Setelah didasari data vektor yang benar,
kemudian dilakukan penyemprotan dengan fenitrothi/sumithion penularan dapat
dihentikan. Kemudian dengan pengobatan, jumlah penderita dapat diturunkan
dengan drastis.
Bila ada wabah malaria, survei
entomologi perlu diprioritaskan. Dari survei entomologi diharapkan terkumpul
data vektor dengan rinei, sehingga strategi penanggulangan yang tepat dapat
disusun. Dengan upaya penanggulangan yang tepat, penularan berlangsung dapat
dihentikan/diputuskan. Kalau kesulitan dana, sehingga survei entomologi yang
memenuhi standar tidak dapat dilakukan, maka upaya yang harus dilakukan adalah
upaya penanggulangan tanpa resiko kegagalan, misalnya upaya penemuan dan
pengobatan penderita dikombinasi dengan beberapa pengabutan (fogging), dengan
frekuensi mingguan dan penyemprotan rumah.
Berdasarkan latar belakang diatas maka tenaga entomolog sangat diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pengendalian vektor. Berkaitan dengan hal diatas BBPK Ciloto menyelenggarakan Pelatihan Jabatan Fungsional Entomologi Kesehatan Ciloto yang dilaksanakan pada tanggal 4 s.d 20 September 2012 dengan jumlah peserta sebanyak 30 orang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar