Laman

Sabtu, 08 September 2012

Pelatihan Jabatan Fungsional Entomologi Kesehatan Ahli di BBPK Ciloto tahun 2012

Ujian identifikasi nyamuk
Pembukaan Pelatihan
Survei jentik 2
Survei jentik 1

Pembukaan
Peserta pelatihan yang proaktif











Indonesia merupakan negara tropis dan terletak di antara benua Asia dan Australia yang sangat kaya akan flora dan fauna, termasuk mempunyai keragaman dan jumlah spesies vektor yang besar. Di samping itu penyakit tular vektor masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum dapat dikendalikan dengan baik. Mengingat masalah tersebut, maka penanggulangan penyakit tular vektor di Indonesia harus direncanakan dan dilakukan secara baik dengan memperhatikan aspek spesifik daerah, berkesinambungan dengan memperhatikan keseimbangan alam dan melibatkan peran serta masyarakat setempat dan berdasarkan data atau informasi yang didapat dari penelitian dan atau pengamatan serta survei.
Pembangunan yang semakin pesat tanpa perencanaan yang memadai akan menimbulkan masalah kesehatan yang kompleks. Berbagai implikasi pembangunan terhadap lingkungan dapat dicontohkan dari mengubah hutan bakau menjadi kolam-kolam untuk budidaya ikan, reklamasi pantai, pembukaan hutan untuk pemukiman transmigrasi secara besar-besaran, pencetakan sawah sejuta hektar, urbanisasi, dan lain-lain. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem. Era globalisasi akan meningkatkan peluang penularan penyakit, termasuk penyakit menular vektor seperti malaria, filariasis, Demam Berdarah Dengue (DBD), Japanese Encephalitis (JE), Chikungunya, dan lain-lain.
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktifitas kerja. Letupan atau wabah malaria sering terjadi di beberapa daerah tertentu. Wabah malaria akhir-akhir ini sempat menjadi pembicaraan tingkat nasional.
Di Jawa Bali, masih terjadi fluktuasi dari angka kesakitan malaria yang diukur dengan Annual Parasite Incidence (API) yaitu 0,09% pada tahun 2005, meningkat menjadi 0,19% pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,16% pada tahun 2007. Namun angka ini didapat dari laporan rutin, masih banyak kasus malaria yang belum terdiagnosa. Hal ini tampak dari sering terjadinya kejadian luar biasa (KLB) malaria.
Penanggulangan wabah tersebut oleh program pemberantasan malaria yang dibantu oleh tim kesehatan dan pihak institusi telah dilakukan penemuan dan pengobatan penderita serta penyemprotan rumah dengan insektisida, tetapi karena upaya tersebut belum didasari data entomologi yang benar, maka upaya yang dilakukan belum menyelesaikan masalah. Penyemprotan insektisida tidak dapat menghentikan penularan, sedang pengobatan tidak dapat mengejar penularan.
Setelah didasari data vektor yang benar, kemudian dilakukan penyemprotan dengan fenitrothi/sumithion penularan dapat dihentikan. Kemudian dengan pengobatan, jumlah penderita dapat diturunkan dengan drastis.
Bila ada wabah malaria, survei entomologi perlu diprioritaskan. Dari survei entomologi diharapkan terkumpul data vektor dengan rinei, sehingga strategi penanggulangan yang tepat dapat disusun. Dengan upaya penanggulangan yang tepat, penularan berlangsung dapat dihentikan/diputuskan. Kalau kesulitan dana, sehingga survei entomologi yang memenuhi standar tidak dapat dilakukan, maka upaya yang harus dilakukan adalah upaya penanggulangan tanpa resiko kegagalan, misalnya upaya penemuan dan pengobatan penderita dikombinasi dengan beberapa pengabutan (fogging), dengan frekuensi mingguan dan penyemprotan rumah. 
Berdasarkan latar belakang diatas maka tenaga entomolog sangat diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pengendalian vektor. Berkaitan dengan hal diatas BBPK Ciloto menyelenggarakan Pelatihan Jabatan Fungsional Entomologi Kesehatan Ciloto yang dilaksanakan pada tanggal 4 s.d 20 September 2012 dengan jumlah peserta sebanyak 30 orang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar